Ketika KH. Wahid Hasyim melepas jabatannya..

Ketika KH. Wahid Hasyim melepas jabatannya sebagai menteri agama pada tahun 1951, teman-teman beliau kecewa karena tidak lagi duduk di kabinet. Gus Wahid menjawab dengan tentang dan penuh riang: “tidak ada gunanya kecewa teman-temanku, saya masih bisa duduk di rumah saya. Ada beberapa kursi dan sebuah dipan panjang yang nyaman. Saya tinggal memilih,” lanjut abahnya Gusdur. Teman2nya tetap kecewa, mereka mengucap” Ya, tapi kami merasa kecewa karena pemerintahan tidak lagi menggunakan pemimpin kami. lantas Kiai Wahid menjawab:”Nah kalau pemerintah tidak memperoleh kemaslahatan dari diri saya, maka sayalah yang akan mendapatkan maslahat itu untuk diri saya sendiri. Begitu bijaknya jawaban KH. Wahid Hasyim, tokoh nasional, Coba bandingkan dengan pemimpin-pemimpin sekarang…

tolonglah, meskipun bukan seagama

Seorang sahabat saya menuliskan sebuah posting yang menarik :

Sahabat Bilal bercerita :

suatu ketika saya bersama nabi di rumah Abu bakar di mekah, terdengar suara pintu diketuk.. saat kubuka pintu itu, terlihat seorang lelaki nashrani berdiri dan menyapa : “apakah muhammad ada di sini?”.. “ya” jawabku.. lalu lelaki itu kupersilahkan masuk untuk bertemu nabi

lelaki itu pun berkata kepada nabi “hai muhammad, kau menganggap dirimu utusan Allah, jika itu benar, maka tolonglah aku dari orang yang telah menganiaya aku”

“siapa yang menganiaya dirimu?” nabi bertanya..

lelaki itu menjawab “abu jahal bin hisyam, dia telah mengambil semua hartaku”

beranjaklah nabi muhammad menuju ke tempat abu jahal, kami ingin mencegahnya dengan mengatakan “ya rasul, sekarang abu jahal pasti sedang tidur siang, jika anda datang kepadanya sekarang dia pasti akan marah besar dan akan mencelakai anda”
Baca lebih lanjut

Cinta Tanah Air : Menjaga Kewarasan

Beberapa tempo yang lalu saya mendapat email dari seorang rekan saya, Mas Pranoto. Berhubung materinya terlalu bagus, terlalu sayang apabila hanya disimpan sendiri. Maka atas ijin beliau, saya copas materi tersebut disini ..

Saya termasuk jarang menonton TV,
Paling kalau nonton ya Kick Andy, Discovery atau NatGeo Nah, suatu saat, menemani istri yang sedang nonton, saya ikutan nonton
Ternyata ada acara peringatan 6 tahun sebuah acara gossip selebriti di TV

Terlihat kegembiraan di wajah pembawa gossip dan yang di gossip kan
Nampak senyum senyum mengikuti music dan acara anugerah berupa penghargaan
Ketika tiba saatnya acara penghargaan, saya kaget bin cenut cenut
Suara pembawa acara: Penghargaan untuk pasangan favorit dalam acara gossip ini, jatuh kepadaaaaaa
Si Fulan dan si Centiiiiil…..
Maka, melengganglah pasangan tadi dengan anggun diiringi music indah ke panggung menerima penghargaan
Semua orang bertepuk tangan gembira dan mengucapkan selamat

Kembali kepala saya berdenyut, tidak mampu mencerna
Apa yang membuat mereka layak di hargai ?
Apakah skandal, popularitas atau apalah yang membuat pasangan tersebut disuka ?
Apakah kalau menerima penghargaan, maka layak di jadikan panutan ?
Kalau tidak layak menjadi panutan, mengapa di beri penghargaan ?
Apakah dinegeri ini sudah tidak ada lagi orang yang layak di beri penghargaan kecuali menjadi biang gossip ?
Baca lebih lanjut

Review : “Bung Hatta – Pribadinya Dalam Kenangan” (2)

Bung Bung Hatta - Pribadinya Dalam Kenangan

Bung Bung Hatta - Pribadinya Dalam Kenangan


Seperti janji saya sebelumnya, saya akan melanjutkan review buku ini.
**************************************************
Stovia
1920, Bung Hatta berada di Jakarta untuk bersekolah di Prins Hendriks School (Sekolah Menengah). Di sana Bung Hatta bertemu dengan beragam pelajar, termasuk STOVIA dan memasuki dunia organisasi. Ya, Jong Sumatranen Bond.

Dalam kedudukannya sebagai bendahara, Bung Hatta memperlihatkan ketegasan sebuah disiplin yang tidak kenal kompromi. Beliau menyiarkan daftar mereka yang lama menunggak uang langganan, tak perduli apakah statusnya pembesar masyarakat atau bukan. Tentu saja ini mengakibatkan kehebohan luar biasa, sekaligus memberikan surplus organisasi sebesar 700 gulden.

Perjuangan di Negeri Belanda
Tulisan-tulisan Bung Hatta dalam Gedenkboek (Buku Peringatan) di tahun 1923 dalam memperingati 15 tahun Indonesische Vereeniging dan majalah Indonesia Merdeka selalu tajam dan bermutu tinggi. Bahkan tak sungkan membuka polemik dengan J.E Stokvis yang terkenal dari Partai Sosialis – Demokrat mengenai gunanya non-koperasi, dengan pemerintah kolonial Belanda tentang kemerdekaan Indonesia. (Bung Hatta menguasai empat bahasa asing secara aktif : Belanda, Inggris, Jerman dan Prancis).

Baca lebih lanjut

Review : “Bung Hatta – Pribadinya Dalam Kenangan” (1)

Bung Hatta

Bung Hatta

Saya ingin menuliskan review mengenai sebuah buku tentang tokoh yang luarbiasa. Judulnya adalah “Bung Hatta – Pribadinya dalam kenangan”. Buku ini disunting oleh sang putri tercinta Bung Hatta, Meutia Farida Swasono. Serta diterbitkan oleh penerbit Sinar Harapan dan Universitas Indonesia.

Seperti yang disarankan oleh rekan-rekan di plurk (terutama Koen), besar kemungkinan review ini akan ditulis secara serial… 😀 no promise 😀

Buku ini dimulai dari catatan-catatan keluarga terdekat Bung Hatta. Tak heran, keluarga sebagai satuan terkecil sebuah negera. Pembahasan seorang tokoh besar kenegaraan akan mudah dicerna bila dimulai dari satuan keluarga terlebih dahulu. Ini menurut saya.

Kita akan lebih mudah mengenal sosok Bung Hatta secara pribadi, apa yang dipikirkan dan dirasakan, bagaimana menangani keluarga dan anak-anaknya. Bagaimana memberikan contoh teladan, menyelenggarakan lingkungan keilmuan bagi anak-anaknya sejak kecil, memberikan praktek disiplin dan jiwa besar,.. dan masih banyak lagi.

Saya belum khatam membaca buku ini, baru 10 artikel dari BAB 1 ( Total ada 5 BAB ). Sebelumnya, saya pikir saya sudah menghabiskan 10 BAB haha… 😀 Menimbang dan mengingat hasil diskusi disini, saya coba untuk menuliskannya, sebatas yang saya mampu. Mohon maaf akan bias informasinya ya ..

Buku ini disusun dari 84 artikel yang ditulis oleh orang-orang yang berbeda, yang menyimpan kenangan pribadi terhadap Bung Hatta. Baik dari keluarga, rumah tangga, rekan seperjuangan, rekan akademis sampai kepada dokter dan perawat. Karena itu, membaca buku ini menjadi begitu menarik, jauh dari kesan dokumenter kaku yang penuh dengan tanggal-menanggal. Lebih seperti membaca surat mengenai keluarga yang kita kenal. Mudah dicerna !

Kesan saya : amazing. Bung Hatta adalah standing ovation bagi negeri ini.

Baca lebih lanjut